sit in the sun without anything to do, feel the heat of the rays hit your skin, realize that this sunlight has travelled a very long way to reach you
walk around barefoot and try to feel as much of the ground under your feet as you can, notice every rock and blade of grass
sit quietly for a while and notice the touch of breath in your nostrils, feel how the air gets cooler as you inhale and warmer as you exhale
drive around aimlessly and blast some of your favorite songs, scream/sing along to them and feel the vibrations of your favorite lyrics as they change the air in your throat and around you, feel that the music is healing you from the inside out
stay away from alcohol or drugs for a few days, try to be as aware and present as you can in every moment, stop trying to numb or dull your senses
eat a few meals without any distractions, notice every bite and taste every flavor that covers your tongue, be grateful for it all
look up at the stars and the moon, understand how small we all are and how immense the universe is, realize what a miracle everything is, let your heart swell with amazement and admiration for life itself
“The winner is the one who sells his world for his hereafter.”
— Ali ibn Abi Talib (Radhiallahu Anhu)
Cerdas mengelola emosi.
Sering bgt, kalau lagi gak mood dan ditanya-ditanyain sesuatu pasti bawaannya pengen marah dan emosi. Apalagi pertanyaannya menyentil sesuatu yang membuat mood down kebawah.
" kenapa marah ? Kan nanyanya baik-baik ! Udah ah males !"
Aku marah, karena pertanyaannya. Bukan caramu membawakan pertanyaan.
Well. Aku akui aku salah. Sekarang aku tidak mau menyalahkan ataupun membela perilakuku. Inhale exhale. Aku terima kamu apa adanya hari ini diriku. Janji ya besok gak gitu lagi. Kalau gak mood ditanya mending jawab gak tahu aja dengan santai, gak usah pake urat :). Jawab aja dengan jawaban simpel sampai orang itu gak perlu bertanya lagi. Energimu sayang kalau dipake buat marah diriku sayang :))
Heal, so when somebody tries to love you – you let them.
Tiba-tiba aku teringat kejadian dua belas tahun silam. masa dimana aku berada di fase peralihan dari sosok anak kecil ke remaja. saat itu usiaku setara dengan anak SD yang duduk di bangku kelas 6 dan sebentar lagi akan lulus. aku benci masa peralihan yang merenggut kesenangan masa kecilku, untuk bermain masak-masak saja aku harus bersembunyi dari penglihatan tetangga, karena kalau tidak aku akan diejek. apa salahnya? waktu itu aku bingung, namun memang sepertinya sudah tidak pantas untuk usia kelas 6 SD memainkan permainan kekanak-kanakan seperti itu.
waktu itu aku sering berkunjung ke rumah teman bermain terbaikku. aku tidak ingat jelas apa yang aku lakukan di rumah teman bermain saat berusia kelas enam SD, yang jelas bukan untuk bermain masak-masak lagi, karena diapun sudah tidak ingin memainkan permainan kekanak-kanakan itu. walaupun begitu, kurasa kami menemukan sesuatu yang menyenangkan, terbukti aku betah berlama-lama disana. sayangnya sesuatu itu bukan hal yang membekas, karena aku tidak ingat sama sekali.
aku rutin ke rumah temanku setiap hari sepulang sekolah, sampai akhirnya aku bertemu dengan anak laki-laki yang kehadirannya membuatku terganggu. anak laki-laki yang belum pernah aku lihat sebelumnya. disaat aku sedang bermain dengan temanku di teras rumahnya, anak laki-laki itu juga sedang bermain dengan kakak laki-laki dari temanku beserta gerombolan anak laki-laki yang lain, bedanya mereka bermain di halaman rumah.
padahal teman-temannya sedang asyik membicarakan satu mainan yang kulihat bukan mainan biasa, lagi-lagi aku tidak ingat jelas tapi sepertinya sesuatu yang memiliki mesin dan itu adalah hal yang menarik bagi kalangan anak laki-laki. tapi anak laki-laki asing ini malah sibuk mencuri pandangan padaku sambil tersenyum malu-malu.
apakah aku ikut salah tingkah dan malu-malu karena mendapatkan sebuah ''curi-curi pandang'' dari anak laki-laki tersebut? oh tidak sama sekali, aku malah gemetaran saking ketakutan. aku membayangkan bola matanya yang bulat sempurna sudah siap untuk melahapku. untungnya temanku tidak menyadari gerak-gerikku yang aneh. karena merasa semakin tidak nyaman aku berpamitan untuk pulang. aku lari pulang ke rumah. sejak saat itu aku tidak pernah lagi datang bermain ke rumah temanku karena takut bertemu dengan anak laki-laki asing yang sebelumnya sukses membuatku merinding.
hari-hari berlalu dan aku mulai lupa dengan kejadian tersebut.
hingga tiba waktunya aku resmi menjadi seorang siswa SMP di salah satu sekolah menengah pertama di kotaku. aku shock saat menoleh kesamping dan aku mendapatkan sosok anak laki-laki itu duduk tepat disampingku. dia juga menyadari aku. ternyata dia seumuran denganku dan kini bersekolah di sekolah yang sama serta berada di satu gugus MOS yang juga sama denganku. perasaan kalut dan tidak tenang kembali menghantui hidupku yang damai.
kurasa dia anak yang kurang dalam hal akademik, jadi dia lebih banyak diam jika sedang berlangsung sesi kuis materi, tapi sesekali juga memperlihatkan tingkahnya yang 'caper'.
syukurnya saat pembagian kelas aku tidak berada di kelas yang sama dengannya. tapi kabar buruknya dia suka berkunjung ke kelasku dan berpura-pura mencari teman SD nya yang sekelas denganku. entah hanya aku saja yang kegeeran atau pada faktanya dia memang hanya ingin bermain dengan teman SD nya saja. sampai suatu saat seorang teman kelasku yang merupakan salah-satu teman SD nya dulu nyeletuk ''kamu kenapa sih suka ke kelas ini? jangan-jangan mau 'menyambar' seseorang. hahaha cieee siapa tuh.'' mendengar hal itu aku ikut gemetaran. aku tidak tahu bagaimana ekspresi anak laki-laki itu, karena aku tidak pernah mau melihat kearahnya. tiba-tiba teman yang lainnya menimpali ''oh jangan-jangan dia suka sama Sasa, makanya dia suka berkunjung ke kelas ini. Sasa kan teman kelasnya waktu SD.'' yang disebut Sasa hanya tersenyum malu-malu, anak laki-laki itupun tidak memberikan respon apapun. tidak mengiyakan tetapi juga tidak sebaliknya. dan entah mengapa aku merasa cemburu dia di jodoh-jodohkan dengan teman Sasa teman SD dia yang dulu. ah tidak, masa iya aku suka dia? aku melihat kearah Sasa, dia anak yang kalem dan cantik. makin cemburulah aku.
namun kisah ini tidak ada kelanjutannya, karena belum genap selesai satu semester aku pindah ke sekolah yang terletak di kota lain. perlahan aku melupakan kenangan di sekolah lamaku.
itu adalah kisah dua belas tahun yang lalu. sekarang umurku sudah menuju dua puluh empat tahun. aku sendiri kaget, aku sudah beranjak dewasa sekarang.
dan pada waktu sore di hari Kamis ini aku penasaran. tiba-tiba menyakan sesuatu pada masa sekarang. bagaimana kabar anak laki-laki yang pernah mengisi 'seperempat titik' potongan kejadian dimasa kecilku itu sekarang? jadi apa dia sekarang? bagaimana ia menghabiskan masa remajanya? apa dia sekarang baik-baik saja?
aku tahu kebanyakan perempuan punya kemampuan intel yang menakutkan. sekalinya penasaran maka perempuan akan mendapatkan informasi hingga akar-akarnya. kurasa aku punya kemampuan itu. sayangnya aku melupakan clue paling penting, yaitu namanya.
aku tidak ingin berpikir keras. sosok anak laki-laki itu salah satu kenangan singkat yang bahkan tidak terekam jelas oleh memoriku. jadi kubiarkan pertanyaan tiba-tiba ini berlalu tanpa jawaban.
Setiap orang pasti punya yang namanya masalah, bahkan dari sudut pandang agama Islam, dalam Q.S. Al-Ankabut : 2, Allah sampaikan :
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?”
Maka dapat dikatakan bahwa masalah adalah ‘teman hidup’ kita, ia akan terus ada, akan terus bersama, hadir dari waktu ke waktu, bentuk ke bentuk lainnya. Tidak ada seorang yang hidup tanpa diberikan masalah. Sebab, Allah jelaskan pada ayat selanjutnya, Q.S. Al-Ankabut : 3
“Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.”
Atau dalam ayat lain, yang menerangkan salah satu esensi adanya masalah hidup, dalam Q.S. Al-Mulk : 2
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Jadi dari dua ayat diatas kita dapati kesimpulan bahwa, alasan Allah memberikan ujian kepada manusia adalah untuk :
Untuk menyeleksi benar atau dusta seorang hamba.
Memberi kesempatan menujukkan sebaik-baik amal.
Ketika kita sudah memahami konsep diatas, bahwa adanya masalah adalah sebuah keniscayaan, lantas…
Bagaimana kita akan menghadapinya?
Yap, pertanyaan itu penting, sebab yang membedakan setiap orang yang diberikan masalah atau ujian adalah dari bagaimana cara mereka dalam menghadapinya.
Pertama, adalah dengan menerimanya. Kita perlu mensyukuri kehadirannya. Berlapang dada dan tersenyum karenanya. Sebab ini bentuk 'cinta’ dan 'kepedulian’ dari-Nya.
Nggak masuk logika? Ya begitulah cinta dan kasih dari Yang Maha Penyayang. Logika manusia akan sangat kepayahan dalam menafsiri setiap bentuknya.
Cukup meyakininya bahwa dalam kehadirannya selalu menyimpan sesuatu yang akan indah dan istimewa pada waktunya.
Kedua, analisa dan belajar.
Setelah kamu berdamai dengannya, maka akan memudahkanmu dalam mengenalinya, pertanyaan yang bernada evaluasi seperti“Kenapa ya aku yang dikasih ini dan bukan orang lain saja?” menjadi penting. Sebab darinya akan kamu dapati, betapa beruntungnya kamu.
Terus coba mengenalinya sedalam dan sebaik mungkin. Sebab dengan mengenalinya setidaknya kamu sudah menyelesaikan setengah darinya.
Ketiga, take them with you atau bisa diintepretasi sebagai jadikan dia sebagai teman belajarmu, ajak dia, biarkan dia membersamaimu, menjadi teman yang memberikan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, sikap, dan tindakan yang akan kamu ambil, yang nantinya akan berdampak untuk tidak hanya hari ini saja, tapi juga besok dan seterusnya.
Keempat, sembari mengenali, berjalan perlahan coba sedikit demi sedikit kamu pecahkan, kamu coba selesaikan itu, memang tidak mudah, harus ada usaha yang tidak kenal lelah. Itu membutuhkan dorongan semangat, yakin akan kemampuan diri dan sesuatu indah di akhir nanti.
Jika tidak bisa menggunakan satu cara, pakai cara lain, dst. Sampai batu yang besar itu perlahan menipis, terbelah kemudian hancur dan disaat itulah kamu sadari bahwa kamu menjadi pribadi yang semakin kuat, kekar, tahan banting atas semua tempaan selama ini, dari kado yang Allah kasih ke kamu, bukan orang lain.
Maka, jangan menyerah di tengah jalan, tidak ada usaha yang sia-sia. Semua usaha, yang dilengkapi dengan tawakal pada-Nya, selalu akan menhadirkan sesuatu yang indah pada akhirnya. Yakinlah.
Semangat, siapapun kalian yang hari ini seddang diberi kado indah itu dari-Nya! (งˆ▽ˆ)ง
All pics : @alexmaesej
Akhir akhir ini aku ngerasa kalau partner aku lagi ngerasa tersaingi sama aku :(( sedih rasanya kalau beliau salah paham begitu. Tapi semoga ini hanya sebatas suudzon ku saja.
Kayaknya udah selalu berusaha untuk jadi partner yang baik dan supportif bagi beliau... tapi...
Ah sudahlah.
Takut banget menyalahkan diri sendiri, karena aku gak mau kayak gitu lagi. Aku udah berjanji sama diri sendiri, di umur 25 tahun ini, harus bisa menyayangi diri sendiri dan gak ikut-ikutan membenci diri sendiri :"
Tapi timbul pertanyaan, apa aku memang orang yang pantas dibenci? Mengapa pandangan-pandangan tidak suka itu ditujukan kepadaku terus menerus?
Apa salahku :(((((
Tapi sampai sekarang aku berusaha kuat karena aku sadar membahagiakan manusia bukanlah tugasku. Jika mereka benci, memandang aku rendah, mengasihaniku...
Biarkan saja.
Karena sebaik baik tempat bersandar hanyalah Allah. 😔
“Saya lagi nyoba jadi seorang mindful minimalist. Artinya saya bakal nyoba buat nyederhanain semua hal yang ada di hidup saya. Saya mau mulai nyoba ngeefektifin apa-apa yang ada di dalam hidup saya itu, kira-kira buku apa ya yang cocok buat ini?”
Stephen R Covey di bukunya yang berjudul The 7 Habits of Highly Effective People nyebutin ada 7 kebiasaan pribadi yang efektif. Apa aja emang? Be Proactive, begin with the end in mind, put first thing first, thinking win-win, seek first to understand then to be understood, synergize, sama sharpen the saw.
Orang reaktif: coba aja saya punya koneksi kenceng. mungkin saya bakal sharing tentang minimalisme di podcast
Orang proaktif: saya masih bisa sharing minimalisme di IG, terus di design biar lebih menarik
Pas ngebangun rumah, sebelum kita peletakan batu pertama kan kita pasti dah tau pengen kaya gimana ya rumahnya nanti. Gimana interiornya, mau berapa tingkat rumahnya, ada berapa kamar, dan lain-lain. Ini contoh begin with the end in Mind yang dimaksud.
Pernah denger empat kuadran skala prioritas ga? ya penting medesak dll. Nah katanya orang efektif itu ga ngabisin waktu di kuadran penting dan mendesak malah, tapi ia bakal prioritasin di kategori penting dan tidak mendesak. Mereka lebih ngehargain hubungan sama orang lain kebanding deadline-deadline tugas.
Pas negosiasi, orang orang efektif itu ngambil solusi yang nguntungin kedua belah pihak (win/win), gak menang kalah (win/loose), kalah menang (loose win), apalagi kalah kalah (loose/loose). Kalau pun gak menang menang, pilihannya gak ada kesepakatan.
Pas kita komunikasi sama seseorang, kita harus mendengarkan dengan tujuan buat memahami, bukan membalas. Soalnya bisa jadi kacamata yang kita gunain pas nge respon (tanpa memahami) gak cocok sama masalah yang dihadapin oleh lawan bicara kita.
Orang yang efektif itu bakal nyoba nge sinergiin kelima kebiasaan sebelumnya. Mereka berfokus ke empat kemampuan dasar unik manusia, motif menang/menang, sama keterampilan mendengarkan yang baik.
Kebiasaan nomor tujuh ini ngeluangin waktu buat ngasah gergaji. Kebiasan ini ningkatin aset terbesar kita, yakni diri kita. Ada empat dimensi yang tercakup: mentak, fisik, sosial/emosional sama spiritual. Kuncinya itu belajar - berkomitmen - melakukan.
Sebenernya ada juga katanya the 8th habit, tapi buat sementara itu dulu deh soalnya habit ke delapan ini ada satu buku yang ngebahas. semoga next time kita bisa review. Semoga nambah insight baru (walaupun ini buku lama sih), dah ah merci beaucoup and thanks for having a beautiful mind.
the places that contain a bunch of memory
Sehelai Sujud
Mungkin setelah alam kubur nanti,
Satu helai sujud dan desah tasbih di keheningan malam yang sunyi,
Akan jauh lebih kita cintai dibandingkan postingan ceramah-ceramah serta status-status nasihat kita di media sosial yang riuh dan ramai oleh like.
Ustaz Adni Kurniawan Lc
Apa itu self acceptance/ selesai dengan diri sendiri? Self-acceptance, atau penerimaan diri, adalah sikap menerima dan mengakui segala aspek dari diri sendiri, termasuk kekurangan, kekuatan, kelemahan, dan keunikan tanpa menghakimi atau merasa perlu mengubah diri untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Beberapa poin yang menjelaskan konsep self-acceptance:
Menerima Diri Apa Adanya: Self-acceptance berarti menerima diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan. Ini termasuk menerima penampilan fisik, kepribadian, emosi, dan pengalaman hidup tanpa merasa malu atau bersalah.
Mengakui Kekurangan: Mengakui bahwa setiap orang memiliki kekurangan dan itu adalah bagian dari menjadi manusia. Self-acceptance berarti tidak merasa minder atau rendah diri karena kekurangan tersebut, melainkan menerima dan berusaha memperbaikinya dengan bijak.
Tidak Menghakimi Diri Sendiri: Berhenti menghakimi diri sendiri secara negatif atau keras. Seseorang yang menerima diri sendiri akan berbicara kepada dirinya sendiri dengan cara yang penuh kasih dan pengertian, sama seperti berbicara kepada teman baik.
Menghargai Diri Sendiri: Menghargai diri sendiri atas siapa diri kita, bukan hanya atas apa yang kita capai. Ini berarti menghargai nilai-nilai, prinsip, dan keberadaan diri sendiri.
Menerima Masa Lalu: Self-acceptance juga melibatkan menerima masa lalu, termasuk kesalahan dan kegagalan, sebagai bagian dari perjalanan hidup yang membentuk siapa kita saat ini.
Memiliki Pandangan Positif Tentang Diri: Membangun pandangan positif tentang diri sendiri, di mana seseorang melihat dirinya secara seimbang, menghargai kekuatan dan berkomitmen untuk memperbaiki kelemahan.
Mengurangi Perbandingan Sosial: Tidak terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain. Self-acceptance berarti memahami bahwa setiap orang unik dan perjalanan hidup masing-masing berbeda.
Ketenangan Batin: Dengan menerima diri sendiri, seseorang akan merasa lebih tenang dan damai secara batin, karena tidak lagi berjuang melawan diri sendiri atau mencoba menjadi orang lain.
Self-acceptance adalah dasar dari kesehatan mental dan emosional yang baik. Dengan menerima diri sendiri, seseorang bisa hidup lebih autentik, menjalani hidup dengan lebih bahagia, dan memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
Tanda Seseorang Sudah Selesai Dengan Dirinya Sendiri Tanda seseorang sudah selesai dengan dirinya sendiri (self-acceptance) dapat terlihat dari berbagai aspek, antara lain:
Penerimaan Diri: Mereka menerima diri mereka sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihan tanpa merasa perlu menyembunyikan atau mengubah siapa mereka untuk menyenangkan orang lain. Meski begitu, tetap butuh untuk instropeksi dan mengembangkan diri bagi perbaikan dan kebaikan.
Ketenangan Batin: Mereka memiliki ketenangan batin dan tidak mudah terganggu oleh kritik atau pendapat negatif dari orang lain.
Mandiri Emosional: Mereka tidak bergantung pada orang lain untuk merasa bahagia atau berharga. Kebahagiaan dan rasa harga diri mereka berasal dari dalam diri.
Tujuan Hidup yang Jelas: Mereka memiliki tujuan hidup yang jelas dan bekerja menuju tujuan tersebut tanpa merasa tertekan oleh ekspektasi eksternal.
Keberanian Mengambil Keputusan: Mereka berani mengambil keputusan yang sesuai dengan nilai dan keyakinan mereka, meskipun keputusan tersebut tidak populer atau didukung oleh orang lain.
Relasi yang Sehat: Mereka memiliki hubungan yang sehat dengan orang lain, dimana mereka bisa memberi dan menerima dengan tulus tanpa merasa terbebani.
Kepercayaan Diri: Mereka memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan yakin akan kemampuan mereka dalam menghadapi tantangan hidup.
Tidak Membandingkan Diri dengan Orang Lain: Mereka tidak merasa perlu membandingkan diri mereka dengan orang lain dan fokus pada perjalanan hidup mereka sendiri.
Kemampuan Menghadapi Kegagalan: Mereka melihat kegagalan sebagai bagian dari proses belajar dan tumbuh, bukan sebagai cerminan dari nilai diri mereka.
Keseimbangan Hidup: Mereka mampu menjaga keseimbangan antara pekerjaan, keluarga, dan waktu untuk diri sendiri, serta mengelola stres dengan baik.
Jika seseorang menunjukkan tanda-tanda ini, bisa dikatakan bahwa mereka telah selesai dengan diri mereka sendiri dan mencapai tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup yang tinggi.